JAWABAN KLAIM 'WA'FU ANNI' TIDAK ADA DALAM HADITS

Afwan kiyai, benarkah bahwa tidak ada lafadz wa’fuanni dalam bacaan diantara sujud ? Mohon penjelasannya.

Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Tidak benar. Bacaan ketika duduk diantara dua sujud yang selama ini kita baca hukumnya boleh dan tidak ada masalah sama sekali. Jika kemudian ada yang mempermasalahkan apalagi mendaku sudah membaca semua kitab hadits lalu tidak menemukan riwayatnya, itu kan menurut dia. Hanya mungkin ketika membaca “semua” kitab hadits kelihatannnya si ustadz kurang teliti, itu sangat manusiawi dan harus kita maklumi. La wong satu kitab saja bisa terselip atau kelewat, apalagi "semua” kitab-kitab hadits.

Hanya saja, alangkah lebih baiknya jika ahli ilmu lebih berhati-hati dalam memvonis sesuatu dengan boleh dan tidak boleh. Akan lebih bijak jika ia jujur dengan mengatakan belum menemukan, jika membacanya hanya sekali atau bahkan bisa jadi belum selesai membaca semuanya.

Do’a atau bacaan diantara sujud itu ada banyak hadits dan riwayatnya. Sebagaimana juga bacaan shalat lainnya. Hal ini karena Nabi tidak hanya membaca do’a satu macam saja, namun dengan berbagai macam ragam bacaan yang berbeda-beda. Berikut diantara hadits-hadits bacaan duduk diantara dua sujud :

Pertama

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْزُقْنِي، وَارْفَعْنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah rezeki dan tinggikanlah derajatku”. (HR. Ibnu Majah)

Kedua

رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي

“Ya Allah ampuni aku, Ya Allah ampuni aku”. (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud)

Ketiga

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah rezeki”. (HR. Tirmidzi)

Keempat

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku”. (HR. Ahmad)

Kelima

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَعَافِنِي وَارْزُقْنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, berikanlah aku petunjuk, selamatkanlah aku, dan berilah rezeki”. (HR. Muslim)

Keenam

اللهُمَّ ‌اغْفِرْ ‌لِي ‌وَارْحَمْنِي ‌وَاهْدِنِي ‌وَارْزُقْنِي ‌وَعَافِنِي ‌وَاعْفُ ‌عَنِّي

“Ya Allah rahmati aku, berikan aku petunjuk, berikan aku rezeki, selamatkan aku, dan maafkan (ampuni) aku.” (HR. Baihaqi)

Jelas bahwa kata wa’fu ‘anni ada tercantum dalam hadits riwayat imam Baihaqi, termuat dalam kitab Sunan al Kubra jilid 2 halaman 532 dengan nomor hadits 3979 dari Abdullah Abi Aufa radhiyallahu’anhu.

Doa duduk diantara dua sujud

Dalam bacaan shalat, secara aturan penggunaannya, ia boleh dibaca salah satunya, boleh digabung dan dibaca dua atau tiga do’a saja dan bahkan boleh dan bagus juga jika memungkinkan untuk dibaca semuanya. Termasuk doa duduk diantara sujud ini. Al Nawawi rahimahullah berkata :

فالاحتياط ‌والاختيار ‌أن ‌يجمع ‌بين ‌الروايات ‌ويأتي ‌بجميع ‌ألفاظها ‌وهي ‌سبعة

“Yang lebih hati-hati dan yang terpilih adalah mengumpulkan diantara riwayat-riwayat yang ada dan mendatangkan seluruh lafadz-lafadznya yang tujuh.”[1]

Sehingga versi imam Nawawi bacaan diantara dua sujud yang paling bagus adalah :

اللهم اغفر لي وارحمني وعافني وأجرني وارفعني واهدني وارزقني

“Ya Allah, ampuni aku, selamatkan aku,cukupi aku, tinggikan kedudukanku, beri aku petunjuk dan berikan aku rezeki.”[2]

            Imam Ramli rahimahullah ketika menyebutkan doa di atas berkata :

وزاد في الإحياء بعد قوله ‌وعافني ‌واعف ‌عني

“Sedangkan dalam kitab al Ihya setelah ucapan ‘wa’afini’ dilanjutkan dengan ‘wa’fu’anni.”[3]

Penyertaan lafadz “wa’fu ‘anni” untuk doa diantara dua sujud ini  juga dinyatakan oleh al imam Syairazi rahimahullah, beliau berkata :

ويجلس عليها، وينصب اليمنى، ويقول: اللهمّ اغفر لي، وارحمني، ‌وارزقني، ‌وعافني، ‌واعف ‌عني

 

“Dan dia duduk atasnya, menegakkan (kaki) kanannya lalu berdoa : Ya Allah ampuni aku, rahmati aku, berikan aku rezeki, selamatkan aku dan maafkan kesalahanku.”[4]

Lafadz Wa’fu anni juga disebutkan oleh al imam Ibnu Hajar al Haitami[5],  Syaikh al Hadrami[6], ad Dimyathi[7] dan lainnya.

Bahkan doa duduk diantara sujud dengan menyertakan wa’fu ‘anni bukan hanya ada di kalangan madzhab Syafi’i saja, tapi juga diajarkan dalam kitab-kitab fiqih bermadzhab Maliki. Imam Nafrawi al Maliki rahimahullah berkata :

كان يقول بين السجدتين: ‌اللهم ‌اغفر ‌لي ‌وارحمني ‌وارزقني ‌واهدني ‌وعافني ‌واعف ‌عني

“Adalah beliau membaca diantara dua sujud : Ya Allah ampuni aku, rahmati aku, berikan aku rezeki, beri aku petunjuk, berikan aku keselamatan dan maafkan aku.”[8]

Dan Ibnu Najih al Maliki rahimahullah juga berkata mengomentari perkataan di atas :

قيل يستحب الدعاء بين السجدتين بهذا الدعاء

 “Dan ada yang berpendapat bahwa sunnah berdoa di antara dua sujud dengan doa ini.”[9]

Penyebutkan wa’fu ‘anni juga dinyatakan dalam kitab madzhab Maliki lainnya bahwa bacaan duduk diantara dua sujud adalah :

اللَّهم ‌اغفر ‌لي ‌وارحمني ‌واسترني ‌واجبرني ‌وارزقني ‌وعافني ‌واعف ‌عني

“Ya Allah ampuni aku, tutupi aibku, cukupi aku, berikan aku rezeki, selamatkan aku dan maafkan kesalahanku.”[10]

Bahkan, mungkin banyak yang tidak tahu doa dengan menambahkan lafadz ‘wa’fu ‘anni ini pun diajarkan oleh sebagian ulama-ulama saudi, diantaranya Syaikh Abdullah bin Muhammad, ketika ditanya tentang bacaan duduk di antara dua sujud, beliau menjawab :

‌إذا ‌جلس ‌بين ‌السجدتين، ‌قال: ‌رب ‌اغفر ‌لي، ‌وارحمني، ‌واهدني، ‌وارزقني، ‌وعافني، ‌واعف ‌عني

“Jika duduk diantara dua sujud hendaknya ia membaca : ya Rabb ampuni aku, rahmati aku, berikan aku petunjuk, berikan aku rezeki, berikan aku keselamatan dan ma’afkan kesalahanku.”[11]

Kesimpulannya

Doa duduk diantara sujud boleh membaca manapun dari yang disebutkan dalam hadits termasuk dengan redaksi ‘wa’fu’anni’. Dan ini bukan tambahan tanpa dasar, dan hendaknya setiap kita hati-hati dalam berfatwa agar tidak mudah membuat kegaduhan khususnya di tengah-tengah amalan orang-orang awam.

Jangan salahkan mereka jika kemudian ketika mereka melakukan sesuatu yang benar-benar salah, lalu tidak mau disalahkan, alias tidak percaya, la wong kerjaan kita menyalah-nyalahkan sesuatu yang ternyata tidak salah.

Namanya juga masyarakat awam, filternya mereka lemah, untuk bisa membedakan mana benar mana salah. Mereka lebih mengikuti figur yang mereka percayai, ini harus bisa kita maklumi. Yang salah itu ahli ilmunya yang harusnya mau berbenah dan lebih berhati-hati. Jangan kemudian karena disebabkan oleh sikap kita selama ini yang sering merasa benar sendiri, menyebabkan orang awam akhirnya tidak percaya dengan apa yang kita katakan, lalu dengan ngawur mereka kita lebeli sebagai anti sunnah dan  memusuhi dakwah...

Wallahu a’lam.



[1] Majmu’ Syarah al Muhadzdzab (3/347)

[2] Ibid

[3] Nihayatul Muhtaj (1/517)

[4] At Tanbih fi Fiqh asy Syafi’i hal. 31

[5] Minhaj al Qawim hal. 104

[6] Al Muqadimah al Hadramiyah hal.71

[7] I’anah ath Thalibin (1/229)

[8] Fawakih ad Dawani (1/184)

[9] Ibid

[10] Fiqih Ibadat a’al al Madzhab al Maliki hal. 170

[11] Dursul Tsaniyah (4/299)

 

0 comments

Post a Comment