MAKAN TERANG-TERANGAN DI SIANG HARI RAMADHAN

     Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Sebuah pemandangan yang mulai memprihatinkan hari ini, di mana banyak orang secara acuh tak acuh makan di siang hari Ramadhan secara terang-terangan. Terlepas kemungkinan adanya udzur seperti para musafir, tapi jelas melakukan makan minum termasuk merokok di tempat terbuka adalah hal yang tidak bisa dibenarkan.

Begitu juga warung makan yang dulunya umumnya banyak yang ditutup demi menghormati yang sedang berpuasa, hari ini tanpa malu-malu lagi mengumbar hidangan dan mempertontonkan para menyantapnya yang makan dengan lahap di siang hari Ramadhan.

Bahkan yang lebih buruk lagi dari itu semua, ada sebagian pihak yang mulai  suka nyinyir kepada ulama-ulama yang menganjurkan agar rumah makan sebaiknya diberikan petutup di siang hari Ramadhan. Lalu dengan sok bijaknya ia mengatakan : "Orang puasa koq minta dihormati, gila hormat. Yang harusnya dihormati itu yang tidak berpuasa."

Atau dengan bahasa gaya bahasa yang tak kalah congkaknya : "Kalau puasanya ikhlas, tidak akan tergoda oleh makanan."

Padahal, dulu sampai hari ini, para ulama panutan umat sepakat bersuara menyerukan agar mereka yang sedang udzur tidak berpuasa karena sebab sakit, haidh, safar atau udzur-udzur lainnya untuk tidak makan minum di siang hari Ramadhan secara terang-terangan. Hal ini demi menjaga syiar Islam dan mencegah fitnah di tengah-tengah umat.

Imam al Mardawi al Hanbali rahimahullah berkata :

يُنْكَر على من أكل في رمضان ظاهرًا، وإن كان هناك عذر. قال في الفروع: فظاهره المنع مطلقًا، وقيل لابن عقيل: يجب منع مسافر ومريض وحائض من الفطر ظاهرًا لئلا يُتَّهَم؟ فقال: إن كانت أعذارٌ خفية يمنع من إظهاره، كمريض لا أمارة له، ومسافر لا علامة عليه

"Diingkari bagi siapapun untuk makan terang-terangan di siang hari bulan Ramadan, meskipun dia sedang memiliki udzur. Dikatakan dalam Al-Furu, yang kuat dia dilarang secara mutlak. Ada yang berkata di hadapan Ibnu Aqil, wajib melarang musafir, orang sakit, wanita haid untuk berbuka secara terang-terangan agar dirinya tidak tertuduh." Ibnu Aqil berkata, "Jika dia memiliki udzur yang tidak semua orang mengetahui, maka dia dilarang memperlihatkannya, seperti sakit yang tidak ada tandanya atau musafir yang tidak ada bekasnya."[1]

Imam Ramli Asy Syafi’i rahimahullah berkata :

وكإطعام مسلم مكلف كافرا مكلفا في نهار رمضان وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا

“Demikian juga (diharamkan) memberi makan kepada orang muslim dan kafir sekalipun yang mukallaf di siang hari Ramadhan, demikian juga menjual makanan yang diketahui atau diduga kuat dimakan oleh pembelinya di siang hari puasa...”[2]

Ulama kontemporer dari Saudi, Syaikh bin Baz juga menfatwakan :

من أفطر ‌في ‌رمضان لعذر ‌فإنه ‌يفطر ‌سرًّا ‌كالمسافر، الذي لا يُعرف أنه مسافر، والمرأة التي لا يُعرف أنها حائض، فيكون أكلها سرًّا وشربها سرًّا؛ حتى لا تُتهم أنها متساهلة

“Siapa yang tidak berpuasa di Ramadhan karena udzur, seperti musafir maka hendaknnya ia makan dan minum secara sembunyi-sembunyi. Yang mana orang lain tidak tahu bahwa ia seorang musafir. Demikian juga wanita haidh yag tidak diketahui dia sedang halangan. Hal ini dilakukan agar ia tidak terkena tuduhan meremehkan agama.”[3]

Hal sama juga dinyatakan oleh komite fatwa yang ada di sana :

إغلاق المطاعم في نهار رمضان

"Wajib hukumnya menutup rumah makan di siang hari ramadhan."[4]

Dar Ifta’ Mishriyah juga telah menurunkan watwanya di tahun 2012 tentang larangan makan dan minum secara terbuka bagi mereka yang sedang udzur dari berpuasa :

إنه لا يجوز لمسلم يؤمن بالله وبرسوله وباليوم الآخر أن يجهر بإفطاره في نهار رمضان

“Tidak dibnolehkan bagi seorang muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya untuk menampakkan makan dan minum di siang hari Ramadhan.

وهذه ليست حرية شخصية، بل هي نوع من الفوضى والاعتداء على قدسية الإسلام لأن المجاهرة بالفطر في نهار رمضان مجاهرة بالمعصية، وهي حرام.

“Ini bukan kebebasan pribadi, melainkan sebuah bentuk kekacauan dan permusuhan terhadap kesucian ajaran Islam. Mereka yang terang-terangan membatalkan puasa selama Ramadhan berarti melakukan dosa terang-terangan, yang mana hal tersebut jelas diharamkan.”

Semoga bisa menjadi pengingat yang bermanfaat.

 



[1] Al Inshaf (7/348)

[2] Nihayatul Muhtaj (3/471)

[3] Fatawa Nur ‘ala Darb (16/89)

[4] Fatwa Syabakah Islamiyah no. 2097

 

 

0 comments

Post a Comment