APAKAH IBLIS TERMASUK DARI BANGSA MALAIKAT ?

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Disepakati oleh mayoritas ulama bahwa Iblis adalah nama isim alam, bukan menunjukkan nama jenis. Seperti ketika kita menyebut kata manusia atau bangunan, maka itu nama jenis makhluk. Sedangkan ketika kita menyebut pak Ahmad dan Ka’bah, maka itu adalah nama alam, yakni nama seseorang dan nama dari sebuah benda. 

Dan mayoritas ulama juga berpendapat bahwa kata “iblis” berasal dari kosa kata non arab atau ‘ajam seperti halnya kata Ibrahim, Adam dll. [1] Sedangkan sebagian ulama seperti Abu Shalih dan Quthaibah berpendapat kata “iblis” adalah turunan kata dari “ablasa” yang artinya dijauhkan atau berputus asa.[2] Namun beberapa ulama ahli bahasa memberikan bantahan akan hal ini.

Al Anbari berkata :

 لا يجوز أن يكون مشتقًّا ‌من ‌أبلس، لأنه لو كان كذلك لانصرف ونون كما ينون إكليل وإحليل وبابه، وترك التنوين فِي القرآن يدل على أنه أعجمي معرب معرفة، والأعجمي لا يعرف له اشتقاق

 “Tidak bisa dia (Iblis) disebut sebagai pecahan dari kata ‘Ablasa’, karena kalau demikian keadaannya kita tidak bisa mentasyrifnya dengan bentuk (fi’il) yang kemasukan huruf nun seperti halnya kata ‘iklil’, ‘ijlil’ dan ‘babah’. Tidak adanya tanwin (dari kata iblis) di dalam al Qur’an ini juga menunjukkan dia berasal dari kata non arab. Karena bentuk i’rabnya selalu ma’rifah. Dan kata yang non arab juga tidak dikenal adanya bentuk turunan katanya.”[3]

Dan tentang masalah apakah Iblis ini termasuk dari bangsa para malaikat atau bukan, ulama berbeda pendapat.  Sebagian ulama mengatakan bahwa Iblis itu berasal dari bangsa jin. Namun mayoritasnya menyatakan bahwa Iblis berasal dari golongan malaikat yang kemudian bermaksiat atau membelot dari perintah Allah ta’ala.

A. Iblis dari bangsa malaikat, bukan jin

Pendapat ini dinyatakan oleh jumhur ulama tafsir termasuk di dalamnya para shahabat nabi seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, lalu dikuti para ulama setelahnya seperti imam Sa’id bin Musayib, Sa’id bin Jubeir, Ibnu Juraij, Qotadah, Abu Al-Hasan dan lainnya.[4]

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma :

إن إبليس كان من أشراف الملائكة وأكرمهم قبيلة ...كان ‌اسمه قبل أن يركب المعصية ‌عزازيل

 “Sesungguhnya Iblis adalah termasuk golongan malaikat yang punya kedudukan dan kelompok malaikat yang paling mulia....Nama aslinya adalah ‘Azazil.”[5]

Berkata Sa’id bin Musayyib rahimahullah :

كان ‌إبليس ‌رئيسَ ‌ملائكة ‌سماء ‌الدنيا

“Iblis adalah kepalanya malaikat yang ada di langit dunia.”[6]

Dalilnya

Diantara dalil pendapat yang menegaskan bahwa iblis adalah dari bangsa malaikat adalah dalil-dalil berikut ini :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ

“Ingatlah ketika kami berkata kepada para malaikat : Sujudlah kalian kepada Adam, maka mereka pun sujud kecuali Iblis.” (QS. Al Baqarah : 34)

Ibnu Abbas ketika menjelaskan ayat di atas berkata :

كان ‌إبليس من الملائكة بدليل أنه استثناه

 Iblis adalah bagian dari Malaikat, dalilnya adalah ia dikecualikan (diistisna’kan) dalam ayat di atas.”[7]

Ibnu Athiyah rahimahullah berkata :

ولا خلاف أن إبليس كان من الملائكة في المعنى

“Tidak ada perbedaan pendapat bahwa Iblis adalah dari golongan malaikat sesuai makna (ayat di ayat di atas)...”[8]

 
Dalam lafadz “Ingatlah ketika Aku berkata kepada para malaikat:…” Maka jelas ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala sedang berbicara dengan malaikat dan mengarahkan ucapan kepada malaikat, bukan selain malaikat. Setelah itu Allah memberikan pengecualian : “Kecuali Iblis.”

Maknanya di antara para malaikat itu, semuanya patuh terhadap perintah dengan sujud kecuali satu malaikat yang bernama Iblis.

Lafaz “kecuali” dalam bahasa arab disebut dengan istilah istitsna’. Dan segala sesuatu yang dikecualikan (mustatsna) haruslah sejenis dengan induk pengecualiannya.

“Semua orang hadir kecuali Ahmad.”

Maka di sini semua orang paham bahwa Ahmad adalah termasuk dari orang yang tercakup dalam kalimat tersebut. Kalimat akan aneh jika bentuknya misalnya :

“Semua orang hadir kecuali kambing.”[9]

B. Iblis dari bangsa Jin bukan malaikat

Sedangkan sebagaian ulama lainnya berpendapat bahwa Iblis bukan berasal dari kalangan malaikat, tapi dari bangsa jin.  Berkata Syahr bin Husyab rahimahullah :

ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻦ ﻓﻠﻤﺎ ﺃﻓﺴﺪﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﺑﻌﺚ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﺟﻨﺪﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ ﻓﻘﺘﻠﻮﻫﻢ ﻭﺃﺟﻠﻮﻫﻢ ﺇﻟﻰ ﺟﺰﺍﺋﺮ ﺍﻟﺒﺤﺎﺭ ﻭﻛﺎﻥ ﺇﺑﻠﻴﺲ ﻣﻤﻦ ﺃﺳﺮ ﻓﺄﺧﺬﻭﻩ ﻣﻌﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻓﻜﺎﻥ ﻫﻨﺎﻙ. ﻓﻠﻤﺎ ﺃﻣﺮﺕ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ ﺑﺎﻟﺴﺠﻮﺩ ﺍﻣﺘﻨﻊ ﺇﺑﻠﻴﺲ

 “Iblis itu berasal dari bangsa Jin. Dan manakala bangsa jin berbuat kerusakan di muka bumi, Allah mengirimkan para malaikatNya  untuk membinasakan mereka dan mengusir mereka ke samudra. Dan Iblis adalah termasuk yang ditawan dan kemudian di bawa ke langit,. Ia tinggal di sana, dan mana kala Malaikat diperintahkan untuk sujud, iblis menolak.”[10]

Berkata al imam Hasan al Bashri rahimahullah :

لم يكن إبليس من الملائكة طرفة عين قط

“Iblis tidak pernah menjadi malaikat meskipun hanya sekecap mata.”[11]

Kalangan ini berdalil dengan ayat berikut :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“Dan ingatlah ketika Aku berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 50)

Al Imam Fakhurrazi rahimahullah[12] menyebutkan bahwa paling tidak ada lima argumen yang menunjukkan bahwa sebenarnya Iblis bukanlah berasal dari bangsa malaikat.

 Pertama, Iblis berasal dari jin, sedangkan jelas mereka bukan malaikat. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Kedua, Iblis memiliki keturunan, sedangkan malaikat tidak.

….أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

“….Patutkah kalian semua mengambil dia dan anak keturunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?... (QS. Al Kahfi: 50)

Ketiga, bahwa para malaikat itu ma’shum atau terjaga dari dosa karena ia diciptakan untuk selalu taat kepada Allah. Sedangkan iblis tidak diciptakan demikian. Allah ta’ala berfirman :

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“(Mereka, para malaikat itu) tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim:6)

Keempat, Iblis diciptakan dari api, dan malaikat  dari cahaya.

خَلَقْتَنِيْ مِنْ

Engkau menciptakan aku dari api.” (QS. Al A’raf: 12)

Dalam hadits dinyatakan bahwa jin itu sebagaimana Iblis yang juga diciptakan dari api :

خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُم

 “Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepada kalian semua.” (HR. Muslim)

Kelima, malaikat adalah utusan Allah, sebagaimana yang disebutkan :

جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ

 Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan).” (QS. Al Fatir : 1)

Sementara itu utusan Allah harus bersifat ma’sum dan amanah, hal ini yang tidak dimiliki oleh iblis atau jin.[13]

Kalangan ini juga membantah pendalilan kalangan yang menggunakan ayat 34 dari surah al Baqarah : “Ingatlah ketika Aku berkata kepada para malaikat: Sujudlah kepada Adam, maka mereka pun sujud kecuali Iblis.”

Tidak harus menggunakan istisna’ mutashil pada ayat ini, tapi diperbolehkan adanya istitsna’ munfashil atau Munqathi’. Hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Iblis itu bukan dari golongan malaikat sebagaimana yang telah disebutkan dalam beberapa dalil.[14]

Contoh istisna’ munqati’ adalah kalimat : “Seluruh penduduk desa tertidur, kecuali ternak mereka.” Penggunaan istisna’ (kecuali) bisa diterima di kalimat tersebut. Dan tidak berarti bahwa sapi adalah termasuk penduduk atau manusia di desa tersebut.

Imam Syaukani menukilkan sebagian pendapat yang menyatakan bahwa di lafadz ayat 34 dari surah  al Baqarah adalah jenis istisna’ munqathi’/munfashil.

وقال شهر بن حوشب وبعض الأصوليين ...فيكون الاستثناء على هذا منقطعا

 “Dan berkata Sahr bin Husyab dan sebagian ulama ahli ushul... Bahwa istisna’ yang berlaku di sini adalah istisna’ munqathi’ (terputus).”[15]

Bantahan balik dari jumhur ulama

1.     Istisna’ dalam lafadz ayat 34 dari surah al Baqarah

Para ulama yang mengusung pendapat pertama memberikan bantahan balik. Diantaranya tentang istisna’ pada ayat 43 surah al Baqarah, jelas bahwa yang benar itu istisna’ mutashil (bersambung), dan ini dipegang oleh mayoritas ahli tafsir.[16]

Istitsna’ bisa dikatakan munqathi’ jika terpenuhi dua syarat.
Yang pertama adalah Mustatsna dan mustatsna minhu tidak boleh sejenis, dan syarat yang kedua adalah hukum pada mustatsna harus sama dengan mustatsna minhu alias tidak boleh berlawanan.

Contohnya ada dalam firman Allah ta’ala :

لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling ridha di antara kalian.” (QS. An Nisaa’:29)

Istisna (pengecualian) dalam ayat di atas jelas jenis yang munfashil atau munqathi’ (terputus). Maka tidak boleh memaknai ayat dengan : “Kalian jangan saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling ridha di antara kalian, maka boleh secara bathil.”

Ini berbeda dengan al Baqarah ayat 34 yang sedang dibahas, di mana para ulama ini menyatakan bahwa istisna dalam ayat tersebut tidak bisa memenuhi dua syarat yang ditetapkan untuk menjadi istisna’ munqathi’ (terputus).

Al imam Baghawi rahimahullah berkata :

هذا قول أكثر المفسرين

“Pendapat ini yang dipegang oleh kebanyakan mufasirin.”[17]

2.     Makna “jin” dari surah al Kahfi ayat 50


Makna Jin dalam ayat tersebut adalah makhluk yang tidak bisa dilihat. Makna seperti ini, terdapat dalam al Qur’an seperti di surat Ash-Shaffat sangat jelas bahwa malaikat oleh Allah juga disebut jin sebab aspek mereka tidak bisa dilihat :

وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا

Mereka orang-orang musyrik itu menganggap antara Dia (Allah) dengan jinnah (maksudnya paramalaikat) ada hubungan saudara. (QS.Ash Shaffat: 158)

Sedangkan imam al Qurthubi menjelaskan tentang mengapa Iblis disebut jin pada ayat tersebut menukil pendapat Ibnu Abbas sebagai berikut :


عن ابن عباس: أن إبليس كان من حي من أحياء الملائكة يقال لهم الجن خلقوا من نار السموم، وخلقت الملائكة من نور، وكان اسمه بالسريانية عزازيل، وبالعربية الحارث، وكان من خزان الجنة وكان رئيس ملائكة السماء الدنيا

“Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Iblis adalah termasuk salah satu kabilah dari kabilah-kabilah malaikat yang dinamakan al Jin. Mereka ini diciptakan dari api yang tidak berasap, dan malaikat-malaikat diciptakan dari cahaya. Dia termasuk di antara penjaga surga dan dia menjadi kepala malaikat langit dunia.”[18]

Beliau juga mengatakan : “Lagi pula oleh karena Iblis termasuk penjaga syurga maka dia dinisbatkan kepadanya (syurga), sehingga namanya dipecah dari nama Syurga (jannah).”[19]

3.     Berbeda sifat antara Iblis dengan para Malaikat

Jika dikatakan bahwa malaikat adalah makhluk yang selalu ta’at, tidak beranak pinak dan seterusnya ini adalah lafadz umum dan memungkinkan adanya pengecualian. Mengenai Iblis yang punya anak, dimungkinkan itu terjadi setelah ia mengalami pengusiran.

Demikian juga dengan asal penciptaan, bisa saja Allah menjadikan para malaikatnya berasal dari bahan yang lain saat diciptakan, meski secara umum mereka berasal dari cahaya. Sebagaimana yang disebutkan oleh imam Sa’id bin Jubeir rahimahullah :

إن الجن سبط من الملائكة خلقوا من نار وإبليس منهم، وخلق سائر الملائكة من نور

Sesungguhnya Jin adalah salah satu kabilah malaikat yang mereka diciptakan dari api dan iblis termasuk salah satu dari mereka, dan malaikat-malaikat pada umumnya diciptakan dari cahaya.”[20]

Kesimpulan

Ulama berbeda pendapat tentang asal muasal Iblis antara yang berpendapat bahwa ia adalah dari bangsa malaikat yang membangkang dengan yang berpendapat ia dari bangsa jin yang diangkat ke alam malaikat.

Masalah ini bukanlah termasuk ushul (pokok) dalam agama. Memilih atau mengikuti salah satu dari pendapat di atas dibolehkan dan tak sepantasnya terlalu dipersoalkan. Wallahu a’lam.



[1] Tafsir ath Thabari (1/227), Fath al Bari (1/339)

[2] Al Mufradat li Raghib al Ashafani  hal. 60

[3] Tafsir al Wasith (1/120)

[4] Tafsir al Qurthubi (1/294)

[5] Tafsir ath Thabari (1/504)

[6] Tafsir Ibnu Katsir (1/139)

[7] Tafsir al Khazin (1/132)

[8] Fath ar Rahman fi Tafsir al Qur’an (4/185)

[9] Zakariyah al-Ansahri dalam kitabnya Ghayah al Wushul membagi istisna’ dengan kata illa menjadi dua; muttasil (tersambung) dan munfasil (terpisah). Muttasil adalah pengecualian dari bentuk yang sejenis, contohnya adalah penjelasan di atas.

Sementara munfasil terjadi jika sesuatu yang dikecualikan dengan yang dikecualikan darinya tidak lagi sejenis. Lalu pertanyaannya, sejeniskah antara Malaikat dengan Iblis ?

Kita ketahui kata “Malaikat” pada ayat di atas adalah salah satu dari lafaz yang terkategorikan umum, sebagai bentuk jama’ dari kata tunggal “malakun.”

Sujud yang diperintahkan Allah kepada para malaikat tentu mengarah pada setiap makhluk yang berstatus malaikat. Yang mana, selama dia termasuk dalam golongan malaikat, maka tidak bisa menghindar atau menyangkal perintah sujud itu. Sehingga kalau kita menggunakan adat al-Istisna’ al-Muttasil, jelas bahwa Iblis memang sejenis dengan malaikat  yang kemudian dia dikecualikan kemudian akibat ketidakpatuhan atas perintah Allah.

Sedangkan penerapan al-munfasil pada konteks ayat menurut beliau bisa cacat logika. Sebab apa gunanya mengecualiakan kata “Iblis” dari kata “Malaikat”  kalau keduanya tidak sejenis ?

[10] Bidayah wa Nihayah (1/170)

[11] Tarikh ath Thabari (1/211)

[12] Tafsir Mafatih al Ghaib (2/249)

[13]Fath al Qadir (1/79)

[14] Bahrur Madid (3/278)

[15] Fath al Qadir (1/78)

[16] Fath al Qadir (1/78), Tafsir Qur’aniy lil Qur’an (1/57)

[17] Tafsir al Baghawi (1/81)

[18] Tafsir al Qurthubi (1/295)

[19] Ibid

[20] Tafir al Qurthubi (1/249)

0 comments

Post a Comment