oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Berikut ini adalah biografi singkat dari salah satu ibunda kita, ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu’anha. Yang Rasulullah mengungkapkan rasa bangganya ketika bisa hidup bersama dengannya dengan sebuah ungkapan yang indah :
إِنِّي قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا
“Aku telah diberi rezeki dengan cintanya.” (HR. Muslim)
Semoga dengan menyimaknya bisa menambah kecintaan kita kepada keluarga Nabi dan orang-orang shalih lainnya.
1. Ummul Mukminin Khadijah adalah diantara wanita Quraisy yang paling tinggi nasabnya, banyak hartanya, baik budi pekertinya dan sangat terkenal kecantikannya. Hampir semua laki-laki berusaha untuk merebut hatinya, hingga Allah memilih beliau untuk menjadi pendamping pertama yang menemani dan menyokong dakwah Nabi shalallahu’alaihi wasalam.[1]
Zubeir bin Bakar berkata :
كانت خديجة تدعى في الجاهلية الطاهرة
“Dia adalah wanita yang di masa jahiliyah di juluki dengan wanita suci.”[2]
Adz Dzahabi berkata :
وسيدة نساء العالمين في زمانها
“Dia adalah penghulunya para wanita di zamannya.”[3]
Beliau juga berkata :
وهي ممن كمل من النساء، كانت عاقلة، جليلة، دينة، مصونة، كريمة، من أهل الجنة، وكان النبي -صلى الله عليه وسلم- يثني عليها، ويفضلها على سائر أمهات المؤمنين
“Dia adalah termasuk wanita yang sempurna. Sosoknya yag cerdas, terhormat, kuat agamanya, mulia dan yang dijamin dengan syurga. Nabi shalallahu’alaihi wassalam selalu memuji-mujinya dan mengutamakan dia dari semua Ummahatul Mukminin lainnya.”[4]
2. Khadijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada dakwah Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Berkata Syaikh Izzuddin bin Atsir rahimahullah :
خديجة أول خلق الله أسلم، بإجماع المسلمين لم يتقدمها رجل ولا امرأة
“Khadijah adalah makhluk yang pertama kali menerima Islam, berdasarkan ijma’ kaum muslimin. Tidak ada yang mendahuluinya baik laki-laki maupun perempuan.”[5]
3. Ulama berbeda pendapat tentang usia Khadijah saat menikah dengan Rasulillah. Pendapat pertama dan ini yang paling masyhur usia beliau adalah 40 tahun.[6] Sedangkan pendapat yang lain menyebutkan usia yang lebih muda.
Abi Shalih menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas, beliau berkata :
أن النبي -صلى الله عليه وسلم- تزوجها بنت ثمان وعشرين سنة
“Sesungguhnya Nabi shalallahu’alaihi wassalam menikahinya sedangkan umurnya kala itu 28 tahun.”[7]
Berkata al imam Ibnu Katsir rahimahullah :
نقل البيهقي عن الحاكم ... وكان عمرها إذ ذاك خمسا وثلاثين.وقيل خمسا وعشرين سنة
“Dan telah menukilkan al Baihaqi dari al Hakim bahwa umurnya saat menikah adalah 35 tahun. Dan ada yang mengatakan 25 tahun.”[8]
Para ulama yang mengatakan bahwa usia Khadijah radhiallahu ‘anha saat menikah belum berusia 40 tahun menguatkan dalilnya dengan kenyataan bahwa umul mukminin telah melahirkan 6 orang anak dari Rasulillah. Hal yang sangat kecil kemungkinannya jika itu terjadi di usia tua.[9]
4. Khadijah adalah sosok muslimah yang telah mencapai derajat yang sangat tinggi dalam ketaqwaannya. Dalam banyak hadits disebutkan bahwa beliau adalah salah satu dari penghulu syurga dari kalangan kaum wanita. Juga disebut sebagai wanita terbaiknya, dan di hadits yang lain dikatakan sebagai salah satu yang mencapai derajat sempurna.
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda :
خَيْرُ
نِسَائِهَا مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ ، وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ
“Wanita terbaik yang pernah ada
ialah Maryam putri Imran dan Khadijah.” (Mutafaqun ‘alaih)
أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ بِنْتُ
مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ
“Wanita-wanita yang paling utama sebagai penduduk syurga adalah Khadijah binti Khuwailid,
Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim (istri Fir’aun) dan Maryam binti
‘Imran.” (HR. Ahmad)
كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا أَرْبَعٌ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَآسْيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ
”Lelaki yang sempurna jumlahnya banyak. Dan tidak ada wanita yang sempurna selain empat orang : Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.”[10]
Ketika menjelaskan hadits di atas imam Nawawi berkata : “Yang dimaksud dengan sempurna di sini adalah yang memiliki sifat keutamaan, kebaikan, dan ketakwaan yang berada di puncaknya.[11]
5. Nabi shalallahu’alaihi wassalam tidak pernah menyebut dan membanggakan seseorang seperti ketika beliau melakukannya terhadap ummul mukminin Khadijah. Bahkan hal ini yang kemudian diungkapkan langsung oleh Aisyah dengan ucapannya :
كان النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذا ذكَرَ خَديجةَ أَثْنى عليها، فأحسَنَ الثناءَ، قالت: فغِرْتُ يومًا، فقُلْتُ: ما أكثرَ ما تذكُرُها حَمراءَ الشِّدْقِ، قد أبدَلَكَ اللهُ عزَّ وجلَّ بها خَيرًا منها، قال: ما أبدَلَني اللهُ عزَّ وجلَّ خَيرًا منها، قد آمَنَتْ بي إذ كفَرَ بي الناسُ، وصدَّقَتْني إذ كذَّبَني الناسُ، وواسَتْني بمالِها إذ حرَمَني الناسُ، ورزَقَني اللهُ عزَّ وجلَّ ولَدَها إذ حرَمَني أولادَ النِّساءِ
Nabi shallallahu‘alaihi wasallam ketika menceritakan Khadijah pasti beliau selalu menyanjungnya dengan sanjungan yang indah. Aisyah berkata, “Pada suatu hari aku cemburu.” Ia berkata, “Engkau terlalu sering menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Padahal Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
menjawab,“Allah tidak menggantikan untukku dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah
beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku
tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya
tatkala orang-orang menahan hartanya dariku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala
Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.”
(HR. Ahmad)
Dalam riwayat lain, ummul mukminin Aisyah juga pernah dengan nada cemburu berkata kepada Nabi shalallahu’alaihi wassalam :
كَأَنَّهَ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا
امْرَأَةٌ إِلاَّ خَدِيْجَةُ
“Seakan-akan bagimu di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah.” (HR. Bukhari)
Aisyah juga berkata :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا ذَكَرَ خَدِيْجَةَ، لَمْ يَكَدْ يَسْأَمُ مِنْ ثَنَاءٍ عَلَيْهَا، وَاسْتِغْفَارٍ لَهَا
“Nabi shalallahu’alaihi wassalam jika beliau teringat Khadijah akan langsung memujinya dan tidak bosan dari melakukan itu. Beliaupun akan memohonkan ampun untuknya.” (HR. Thabrani)
Pernah suatu hari Aisyah karena sedang dilanda cemburu kepadanya mengucapkan sebuah kalimat tentang Khadijah yang membuat Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam marah. Melihat itu Aisyah pun berkata :
وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا أَذْكُرُهَا بَعْدَ هَذَا إِلَّا بِخَيْرٍ
“Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menyebutkan tentangnya lagi setelah ini kecuali kebaikannya.”(HR. Thabrani)
6. Diantara kemuliaan Khadijah lainnya adalah bahwa Allah dan pemimpinnya para malaikat, yakni Jibril ‘alaihissalam hingga menitipkan salam untuknya. Bahkan bukan sekedar salam, ia diberi khabar gembira dengan tempatnya di syurga kelak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata :
أَتَى جِبْرِيلُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ
قَدْ أَتَتْكَ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا
هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا عَزَّ وَجَلَّ
وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ
وَلَا نَصَبَ
“Pada suatu ketika Jibril pernah datang kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi
wasallam sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Ia datang kepada
engkau dengan membawa wadah berisi lauk pauk, atau makanan atau minuman.’
‘Apabila ia datang kepada engkau, maka sampaikanlah salam dari Allah dan dariku
kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga
terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di
dalamnya.’” (Mutafaqqun ‘alaih)
7. Khadijah adalah istri yang penyayang dan sangat patuh kepada suaminya, Nabi shalallahu’alaihi wasssalam. Ia senantiasa memposisikan diri sebagai pihak yang melayani suami. Padahal kedudukan sosial, status yang lebih senior secara usia, dan lebih berharta sangat mungkin membuka peluang bagi umumnya istri untuk bersikap arogan terhadap suaminya.
Asy Syafarini al Hanbali berkata :
من خواص خديجة رضي الله عنها: أنها لم تسؤه قط، ولم تغاضبه، ولم ينلها منه إيلاء ولا عتب قط ولا هجر، وكفى بهذه منقبة
Diantara kekhushusan Khadijah radhiyallahu’anha adalah : Dia tidak pernah
sama sekali berbuat buruk kepada Nabi. Tidak ada sesuatu pun keburukan dan cela
yang pernah Nabi temui darinya. Demikian pula Nabi tidak pernah marah lalu mendiamkannya.
Maka cukuplah ini semua membuktikan kedudukannya.”[12]
8. Khadijah selalu memberikan ketenangan di saat Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam sedang dilanda kekhawatiran. Seperti ketika sang Nabi menerima wahyu ubtuk pertama kali. Beliau pulang dalam kondisi pucat pasi dan gemetaran. Setelah menyelimuti tubuh beliau dan merengkuhnya, ummul Mukminin Khadijah kemudian berkata :
كَلَّا، أَبْشِرْ، فَوَاللَّهِ لاَ يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَصْدُقُ الحَدِيثَ، وَتَحْمِلُ الكَلَّ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الحَقِّ
"Jangan takut, tapi bergembiralah. Allah tidak akan menghinakan orang sepertimu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau menyambung hubungan keluarga silaturrahim, menafkahi kerabat, dan membantu orang-orang tidak mampu. Memberikan jamuan kepada tamu serta menolong orang-orang yang dalam kebenaran.” (Mutafaqun ‘Alaih)
Setelah suaminya lebih tenang, Khadijah kemudian membawanya kepada pamannya yakni Waraqah bin Nufail untuk berkonsultasi.
Ulama juga menjelaskan bahwa diantara akhlaq luhur ummul mukminin Khadijah adalah ia tidak banyak bertanya kepada suaminya, apalagi sampai mengintrogasi atau mendebat suaminya.[13]
9. Bahkan sepeninggal khadijah, Rasulullah selalu mengenang dan menjalin hubungan baik dengan kerabat dan setiap orang yang pernah dekat dengan istrinya ini. Aisyah menuturkan :
وَإِنْ كَانَ لَيَذْبَحُ الشَّاةَ ثُمَّ
يُهْدِيهَا إِلَى خَلاَئِلِهَا
“Adalah Nabi shalallahu’alaihi
wassalam apabila menyembelih
kambing maka beliau akan
menghadiahkan kepada orang-orang dekat
Khadijah.” (HR. Muslim)
Bahkan dalam sebuah riwayat pernah Nabi terperanjat ketika Halah binti Khuwailid, yakni saudari perempuan Khadijah mengunjungi beliau. Beliau tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya ketika mendengar suara Halah yang mengingatkannya pada sosok wanita yang sangat beliau cintai, umul Mukminin Khadijah.
اسْتَأْذَنَتْ هَالَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، أُخْتُ خَدِيجَةَ، عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَعَرَفَ اسْتِئْذَانَ خَدِيجَةَ فَارْتَاعَ لِذَلِكَ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَالَةَ
“Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah, meminta izin kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau mendengar suara Halah seperti izinnya Khadijah, beliau pun terkejut sambil berkata, ‘Ya Allah, Halah.” (HR. Bukhari)
10. Dan bukti lain bagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam mencintai Khadijah adalah ketika istri yang paling beliau sayangi, yakni Aisyah justru kecemburuannya bukan kepada istri-istri Nabi lainnya yang masih hidup, tapi kepada Khadijah yang telah lama wafat.
Aisyah berkata :
مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ، وَمَا رَأَيْتُهَا، وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا
“Aku tidak pernah cemburu kepada istri
Nabi yang lain seperti kecemburuanku kepada Khadijah. Padahal aku belum pernah
melihatnya. Hal itu karena Nabi shalallahu’alaihi wassalam selalu menyebut-nyebut
dirinya.” (HR. Bukhari)
11. Waktu kematiannya adalah salah
satu sebab dinamakan tahun tersebut dengan ‘amul Huzn atau tahun kesedihan,
dimana Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam ditinggalkan oleh dua orang yang
sangat beliau cintai dan yang menyokong dakwah beliau selama ini. Yakni
Khadijah dan Abu Thalib.[14]
واجتمع على النبي صلى الله عليه وسلّم بموت أبي طالبو خديجة مصيبتان، وسماه عام الحزن
“Dan berkumpul dua musibah dalam kehidupan Nabi shalallahu’alaihi wassalam dengan kematian Abu Thalib dan Khadijah. Dan beliau emnamai waktu itu dengan tahun kesedihan.”[15]
Semoga bermanfaat
[1] Bidayah wa Nihayah (3/463)
[2] Umdatul Qari (16/277)
[3] Siyar A’lam Nubala (2/109)
[4] Ibid
[5] Tarikh al Islami (1/127)
[6] Tarikh ath Thabari (1/521), Ath-Thabaqat Al-Kubra (8/13).
[7] Tapi Adz Dzahabi menyatakan isnad riwayat ini lemah sekali (Siyar A’lam Nubala,2/111)
[8] Sirah Nabawiyah li Ibn Katsir (1/265)
[9] As Sirah An Nabawiyah (1/113).
[10] Majma’ Zawaid (9/218)
[11] Syarh Shahih Muslim (15/198).
[12] Lawami’ al Anwar (2/375)
[13] Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim (2/200).
[14] Fiqih Sirah lil Ghazali hal. 131
[15] Musta’abul Ikhbar hal. 111
0 comments
Post a Comment