LAFADZ SHALAT ADALAH MI’RAJNYA MUKMIN

Ustadz, mohon pencerahan terkait hadits 'ashalatum mi'rajul mukminin". Penjelasan hasdits tersebut dan bagaimana kiat, tips dan trik agar ketika shalat kita benar-benar bisa mi'raj.

Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Lafadz yang ditanyakan berbunyi :

الصَّلاَةُ مِعْرَاجُ الْمُؤْمِنِيْنَ

“ Shalat itu adalah mikraj bagi orang – orang yang beriman.”

Lafadz diatas tidak kami temui dalam kitab- kitab hadits, atau dalam kitab manapun dengan disebutkan runtutan rawinya. Setelah kami lacak adanya dalam beberapa kitab tafsir seperti  ruhul Ma’ani (9/271), tafsir Naisabur (3/192) dan ruhul Bayan (2/213). Kesemuanya disebutkan dengan tanpa sanad riwayat.

Yang jelas bahwa perkataan diatas tidak sah dari Nabi shalallahu’alaihi wassalam, bahkan tidak diketahui pula secara pasti siapa pengucapnya. Kebanyakam ulama diantaranya imam Fakhrurrazi misalnya menggunakan redaksi wa qila (dan dikatakan) “shalat itu mi’rajnya seorang mukmin.”

 Sehingga tentu saja tidak boleh menyandarkan kalimat di atas kepada Nabi shalallahu’alaihi wassalam karena hukumnya ini bisa menjadi bentuk kedustaan atas nama beliau shalallahu’alaihi wassalam yang hukumnya haram dan ancamannya adalah tempat di neraka. 

Meski demikian, tentu boleh saja jika lafadz nasehat di atas diambil hikmahnya karena secara makna baik dan benar, untuk menunjukkan kedudukan shalat yang agung di dalam Islam. Syaikh al Qarsy asy Syafi’i rahimahullah berkata :

أنَّ ‌الصلاة ‌معراج ‌المؤمنين إلى الله تعالى، وهي طريقهم للدخول عليه عز وجل، والقُرب منه

 “Sesungguhnya shalat itu Mi’rajnya orang-orang beriman kepada Allah ta’ala karena ia adalah jalan bagi mereka untuk masuk kepada Allah ta’ala dan berada dekat denganNya.”[1]

Syaikh Sulaiman al Manshur berkata :

لأنه ليس هناك شيء أقوى وأكبر من الصلاة لإظهار العبودية وبيان العجز والافتقار وإبراز التعبد والابتهال لله عز وجل

“Hal ini karena tidak ada satupun ibadah yang lebih kuat (pensyariatannya) dan agung melebihi shalat, dalam menampakkan nila-nilai penghambaan dan kelemahan kekurangan, dan menonjolkan ibadah dan permohonan kepada Allah ‘azza wa Jalla.”[2]

Wallahu a’lam.



[1] Husnul at Tanbih (4/354)

[2] Rahmatal lil Alamin hal. 718

0 comments

Post a Comment