بسم الله الرحمن الرحيم
Kata-kata tidak bijak yang
dihembuskan oleh ‘mereka’ dalam memburukkan kaum Sufi adalah dengan mengatakan
bahwa para sufi berakidah wihdatul wujud (penyatuan Tuhan dan Makhluk). Sungguh ini adalah perkataan yang buruk dan salah dalam
menilai kaum Sufi. Karena pada kenyataannya Ahlussunnah dan Para Sufi justru
menentang Paham Hulul dan Wahdatul Wujud. Mereka memerangi paham sesat tersebut
dengan lisan, pena dan pedang-pedang mereka. Dan hal ini tidak diragukan lagi
dan telah diketahui oleh jumhur ummat, hanya mereka yang dangkal pemikiran lagi
keras hati dalam beragama yang mengingkari hal ini, sebagai bukti mari kita simak perkataan para sufi lantas kita timbang, benarkah mereka
berakidah Wihdatul Wujud sebagaimana yang dinisbahkan (fitnahkan
?) kepada mereka.
1. Pemuka sufi imam dan imam Ahlu
Sunnah Ibnu Athoillah
al-Asykandary berkata
dalam kitabnya al Hikam, “Sesungguhnya Allah SWT tidaklah bertempat pada
sesuatu, tidak terpecah dari-Nya sesuatu dan
tidak menyatu dengan-Nya sesuatu, Allah tidak serupa dengan sesuatupun dari makhluk-Nya.”
tidak menyatu dengan-Nya sesuatu, Allah tidak serupa dengan sesuatupun dari makhluk-Nya.”
2.
Syekh Abd
al Ghani an-Nabulsi - semoga Allah merahmatinya - dalam kitabnya al Faidl
ar-Rabbani berkata : “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah
terpisah dari-Nya sesuatu, Allah menempati sesuatu, maka dia telah kafir.”
3.
Al Imam al
Junayd al Baghdadi (W. 297 H) penghulu
kaum sufi pada masanya berkata: “Seandainya aku adalah seorang penguasa niscaya
aku akan penggal
setiap orang yang mengatakan tidak ada yang maujud (ada) kecuali Allah”. {dinukil oleh Syekh Abdul al Wahhab asy-Sya’rani dalam kitabnya al Yawaqit Wal Jawahir}.
4. Al Imam Ar-Rifa’i - semoga Allah
merahmati beliau – berkata : “Ada dua macam perkataan yang diucapkan dengan
lisan meskipun tidak diyakini dalam hati yang bisa merusak agama seseorang, yaitu perkataan bahwa Allah menyatu denganmakhluk-Nya
(Wihdat al
Wujud, dan berlebih-lebihan dalam mengagungkan para Nabi dan para wali, yakni
melampaui batas yang disyariatkan Allah dalam mengagungkan mereka.”
Beliau
juga mengatakan: “Jauhilah perkataan Wihdat al Wujud yang banyak diucapkan oleh
orang-orang yang mengaku sufi (padahal mereka adalah musuh sufi) dan jauhilah sikap
berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya melakukan dosa itu lebih
ringan dari pada terjatuh dalam kekufuran.
Beliau juga berkata : Sesungguhnya Allah SWT
tidaklah mengampuni orang yang mati dalam
keadaan syirik atau kufur. Adapun orang yang mati dalam keadaan muslim tetapi ia melakukan dosa-dosa di bawah kekufuran maka Ia tergantung kepada kehendak Allah, jika Allah menghendaki Ia akan menyiksa orang yang Ia kehendaki dan jika Allah berkehendak, Ia akan mengampuni orang yang Ia kehendaki.” {Dua perkataan al Imam Ahmad ar-Rifa’i tersebut dinukil oleh al Imam ar-Rafi’i asy-Syafi’i dalam kitabnya Sawad al ‘Ainain fi Manaqib Abi al ‘Alamain}
keadaan syirik atau kufur. Adapun orang yang mati dalam keadaan muslim tetapi ia melakukan dosa-dosa di bawah kekufuran maka Ia tergantung kepada kehendak Allah, jika Allah menghendaki Ia akan menyiksa orang yang Ia kehendaki dan jika Allah berkehendak, Ia akan mengampuni orang yang Ia kehendaki.” {Dua perkataan al Imam Ahmad ar-Rifa’i tersebut dinukil oleh al Imam ar-Rafi’i asy-Syafi’i dalam kitabnya Sawad al ‘Ainain fi Manaqib Abi al ‘Alamain}
Demikian juga Syekh Ahmad ar-Rifa’I
berkata dalam dalam kitabnya at-Thariqah ar-
Rifa’iyyah berkata: “Sesungguhnya mengatakan Wahdah al Wujud (Allah menyatu dengan makhluk-Nya) dan Hulul (Allah menempati makhluk-Nya) menyebabkan kekufuran dan sikap berlebih-lebihan dalam agama dan menyebabkan fitnah, dan akan menggelincirkan seseorang ke neraka, karenanya wajib dijauhi.”
Rifa’iyyah berkata: “Sesungguhnya mengatakan Wahdah al Wujud (Allah menyatu dengan makhluk-Nya) dan Hulul (Allah menempati makhluk-Nya) menyebabkan kekufuran dan sikap berlebih-lebihan dalam agama dan menyebabkan fitnah, dan akan menggelincirkan seseorang ke neraka, karenanya wajib dijauhi.”
5.
Syekh al ‘Alim Abu al Huda ash-Shayyadi –semoga Allah merahmatinya juga mengatakan
dalam kitabnya al Kaukab ad-Durriy : “Barangsiapa mengatakan saya adalah Allah
dan tidak ada yang mawjud
{ada} kecuali Allah atau dia adalah keseluruhan alam ini, jika ia dalam
keadaan berakal (sadar) maka dia dihukumi murtad (kafir).”
{ada} kecuali Allah atau dia adalah keseluruhan alam ini, jika ia dalam
keadaan berakal (sadar) maka dia dihukumi murtad (kafir).”
6.
Al
Imam Syekh Muhyiddin ibn ‘Arabi mengatakan: “Tidak akan meyakini Wihdah al Wujud kecuali para mulhid (atheis) dan barangsiapa yang meyakini Hulul
maka agamanya rusak (Ma’lul)”.Sedangkan perkataan-perkataan yang
terdapat dalam kitab Syekh Muhyiddin ibn ‘Arabi yang mengandung aqidah Hulul
dan
Wahdah al Wujud itu adalah sisipan dan dusta yang dinisbatkankepadanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitabnya Lathaif al Minan Wa al Akhlaq, demikian juga dijelaskan oleh ulama-ulama lain.
Wahdah al Wujud itu adalah sisipan dan dusta yang dinisbatkankepadanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitabnya Lathaif al Minan Wa al Akhlaq, demikian juga dijelaskan oleh ulama-ulama lain.
Demikian saudaraku perkataan para sufi
dalam memandang ajaran sesat wihdatul wujud yang di tuduhkan kepada mereka.
Semoga para penebar fitnah dan kebohongan itu segera bertaubat, karena
sesungguhnya berbuat dusta adalah perbuatan hina lagi tercela.
مَّا لَهُم بِهِ مِنْ
عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إ
يَقُولُونَ إِلَّا كَذِباً
Artinya : “Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut
mereka, mereka tidak berkata (sesuatu) kecuali dusta” [QS. Al-Kahfi : 5]
Dan, tentang keberadaan sufi yang melenceng dari kebenaran, sudah tentu
ada. Sebagaimana dikalangan ulama’ fiqih sekalipun, banyak kita temui para alim
yang tidak lurus jalannya. Dan, tentunya sebuah logika berpikir yang salah
apabila kita menarik kesimpulan bahwa Tassawuf itu sesat hanya
karena adanya sufi yang sesat/melenceng. Maka Tassawuf harus dinilai
dari esensi ajarannya yang sesungguhnya, bukan dari prilaku para sufi yang
mungkin tidak selamanya mencerminkan ajaran Tasawwuf bahkan bertentangan dengannya. Dan esensi dari Tasawwuf itu adalah ajaran Islam itu sendiri. Sebagaimana
Ibnu Khaldun memberikan ketarangan dalam hal ini, “Jalan sufi adalah jalan
salaf, ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi’een, and Tabi’ at-Tabi’in. Asalnya
adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia”
{Muqaddimat ibn Khaldun: 328}.
Dan memang sangat mengherankan, bila ada sekelompok kaum muslimin yang menisbahkan diri kepada
shalafus shalih, tetapi sangat gemar menyesatkan, membid’ahkan, lagi keras hati
dalam beragama. Apa mereka tidak khawatir terhadap sabda Rasulullah SAW,
اِذَا قَالَ
الرَّجُلُل لِأَخِيْهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَا ءَ أحَدُ هُمَا
“Barangsiapa yang berkata kafir {kepada saudaranya},
maka perkataan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” {HR.
Bukhari}
1. Ad-Durr
al-Mukhtar, vol 1: 43.
2. lihat
kitab ‘Ali al-Adawi dari keterangan Imam Abil-Hassan, vol. 2: 195.
3. Kashf
al-Khafa and Muzid al-Albas; Imam 'Ajluni, vol: 341.
4. Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal.
47.
5. Tanwir
al-Qulub, hal. 405.
6. Ghiza al-
Albab. Hal.120.
7. Ar-Risalat
al-Qushayriyyah hal. 2.
8. Al-Munqidh
min ad-Dalal,hal. 131.
9. Maqasid
at-Tauhid,hal.20
10. Majallat al-Muslim, 6th edisi
1378 hal. 24.
11. Ta’yad al-haqiqat al-’Aliyya,
hal. 57.
12. Majallat al-Manar, cetakan tahun
pertama, hal. 726.
13. Fatawa
Ibn Taimiyyah 12 Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, halaman 497.
14. Manazil
as-Sa’irin d. 161 /777.
0 comments
Post a Comment