Ustadz Ahmad yang
Insyaallah senantiasa dirahmati Allah SWT.
Begini Ustadz, di
wilayah kami dan setahu saya terjadi juga dibeberapa masjid, untuk memudahkan
pembayaran rekening PDAM, maka pembayaranya dikoordinir oleh ta'mir masjid.
Setiap bulan, rekening PDAM warga dibayar secara kolektif dengan dana talangan.
Pada saat warga membayarnya, ada yang membayar dengan uang pas, ada yang
dibulatkan dan pembulatannya sebagai infaq dan ada juga yang membayarnya memang
dilebihkan dan kelebihannya adalah infaq ke masjid.
Pertanyaan saya,
bagaimana hukumnya bila dana talangan itu menggunakan kas masjid ? Dan
bagaimana pula jika ada warga yang menunggak ? Mohon pencerahannya, Ustadz
syukron.
Jawaban
Demikian juga doa
yang sama dari kami, semoga kasih sayang dan kelembutan Allah selalu menyapa hari-hari
antum dan keluarga.
Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita harus mendudukkan
terlebih dahulu status uang kas masjid, apakah ia termasuk waqaf ataukah
sedekah biasa. Karena status uang masjid jika dipandang sebagai waqaf dan
sedekah memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.
Status uang kas masjid
Sebagian kalangan
berpendapat bahwa uang kas masjid, yang bersumber dari infaq jama’ah bersatus
sebagai harta waqaf. Sedangkan umumnya ulama justru berpendapat sebaliknya,
mereka menganggap bahwa uang kas masjid hanya bersifat harta sedekah biasa, tidak
termasuk waqaf.
Sebab
perbedaan pandangan ini disebabkan karena tidak adanya akad khusus ketika jama’ah
mensedekahkan uangnya ke kas masjid. Hal ini tentu berbeda dengan status
bangunan masjid yang secara pasti diketahui sebagai waqaf. Yang menyebabkan perbedaan
selanjutnya adalah adanya perbedaan pandangan dikalangan fuqaha apakah boleh
berwaqaf dengan sesuatu yang tidak kekal/ bisa habis seperti makanan, uang dan
semisalnya.[1]
1. Kas masjid adalah waqaf
Kalangan
yang menghukumi bahwa uang kas masjid berstatus waqaf karena berpegang kepada
keumuman niat orang yang menyerahkan harta untuk masjid, tujuannya pasti untuk kepentingan
muslimin. Dan itu bersifat sebagaimana niatnya waqaf.
Dan
menurut kalangan ini, sah saja berwaqaf dengan sesuatu yang tidak kekal semisal
uang, sebagaimana pandangan sebagian ulama yang membolehkannya dari kalangan Hanafiyyah
dan sebagian Syafi’iyyah.[2]
Berkata Ibn Najim Al-Mishri Al-Hanafi :
وَعَنْ الْأَنْصَارِيِّ وكان من
أَصْحَابِ زُفَرَ في من وَقَفَ الدَّرَاهِمَ أو الدَّنَانِيرَ أو الطَّعَامَ أو ما
يُكَالُ أو يُوزَنُ أَيَجُوزُ قال نعم قِيلَ وَكَيْفَ قال تُدْفَعُ الدَّرَاهِمُ
مُضَارَبَةً ثُمَّ يُتَصَدَّقُ بها
“Dari al Anshari dan ini adalah dari sahabat Zufar
tentang hukum mewaqafkan uang (dinar dan dirham), makanan dan benda yang
ditimbang maka hukumnya boleh. Ketika ditanyakan bagaimana caranya ? jawabnya :
dengan cara diniagakan dalam sebuah usaha dan keuntungannya yang digunakan
untuk waqaf.“[3]
Hukumnya bila Waqaf
Bila uang masjid dihukumi sebagai barang waqaf, maka haram
hukumnya digunakan untuk kepentingan yang tidak terkait langsung dengan urusan
masjid. Uang hanya boleh untuk membeli peralatan masjid, kepentingan dakwah dan
hal semisalnya.
Berkata Zakariya Al-Anshari Asy-Syafi’i : “Pengurus
wakaf tidak diperbolehkan untuk mengambil sedikit pun harta wakaf, meski dia
berjanji untuk menggantinya. Pengurus wakaf juga tidak boleh mengutangkan harta
wakaf.”[4]
Maka praktik menalangi tagihan PDAM warga sebagaimana
kasus yang ditanyakan oleh takmir masjid termasuk perbuatan yang diharamkan, karena
tidak berkaitan langsung dengan kepentingan masjid dan takmir yang berstatus
sebagai pengelola waqaf (nadzir) telah
melanggar amanah dari orang-orang yang berwaqaf.
2.
Kas Masjid adalah sedekah
Sedangkan umumnya para ulama, berpendapat bahwa uang kas masjid hanya bersetatus
sebagai sedekah biasa. Alasannya pertama adalah tidak adanya
shighat waqaf ketika seseorang memberikan uang tersebut. Sedangkan diantara
keabsahan waqaf adalah adanya syighat waqaf dari orang yang menyerahkan
hartanya.
Alasan selanjutnya adalah bahwa waqaf uang tidaklah
sah dalam pandangan sebagian ulama khususnya kalangan Syafi’iyyah dan
Hanabilah.[5]
Berkata al Imam an Nawawi rahimahullah :
لاتصح إجارة الدنانير والدراهم ولم
يصح وقفها وهذا هو الصحيح
“Tidak sah menyewakan uang
sebagaimana juga tidak sahnya uang dijadikan barang waqaf. Ini adalah pendapat
yang shahih (dalam mazhab asy Syafi’i).”[6]
Hukumnya
Bila kita mengikuti pendapat yang kedua ini, maka
uang kas masjid boleh digunakan untuk kepentingan muslimin yang lebih luas, bukan
hanya hal yang terkait langsung dengan masjid. Namun tetap dengan syarat tidak
mengabaikan kepentingan utama masjid.[7] Disebutkan
dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 65 :
و
يجوز بل يندب للقيم ان يفعل مايعتاد فى المسجد من قهوة و دخون و غيرهما مما يرغب
نحو المصلين وان لم يعتد قبل اذا زاد على عمارته
“Dibolehkan bahkan disukai bagi pengelola masjid untuk melakukan
hal-hal yang sudah menjadi tradisi disebuah masjid misalnya membuat kopi atau
memberi wewangian dan hal lain yg membuat senang para jama'ah kendatipun hal
seperti itu belum menjadi kebiasaan ditempat itu.”
Maka boleh bagi Takmir yang dalam hal ini diamanahkan untuk mengelola harta
sedekah tersebut menyalurkan untuk kepentingan umat semisal membantu orang
miskin, membuat jamuan makan di masjid, acara PHBI dan semisalnya.
Lalu bagaimana dengan kasus yang ditanyakan ?
1.
meminjamkannya uang masjid
Jika meminjamkannya dengan sepengetahuan dan
kesepakatan muslimin atau diwakili oleh pendapat
para takmir masjid tersebut maka boleh. Namun jika hanya inisiatif satu orang
dan tidak mendampatkan pesetujuan dari takmir yang lain maka hukumnya haram.
Dan jika pinjaman itu menunggak atau tidak dikembalikan maka takmir
berkewajiban untuk berupaya semampu mungkin mengembalikan uang tersebut,
semisal dengan menagihnya dari yang bersangkutan dan bahkan menggantinya.
2.
Mengembalikan
pinjaman dengan dilebihkan
Hukumnya boleh menurut para ulama, asalkan tidak menjadi syarat yang
mengikat. Lihat bahasannya di : http://www.konsultasislam.com/2016/01/pengembalian-hutang-dilebihkan.html
Kesimpulan
Kasus yang ditanyakan hukumnya hilaf dikalangan para ulama, mayoritas membolehkan.
Namun, takmir harus bertanggung jawab penuh dalam proses peminjamaan sampai pengembalian
karena harta kas masjid adalah amanah yang menjadi tanggung jawabnya dalam
pengelolaannya.
[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (44/166)
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (44/166),
[3] Al Bahru ar Ra’iq (5/219).
[4] Asna al Mathalib fi
Syarh Raudh Ath Thalib (2/472)
[5] Hawi al Kabir (7/117), Mughni al Muhtaj (3/452), Al Mughni (5/640).
[6] Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (17/176).
[7] Mawahib dzil fadl min fatawa ba
fadhal, hal : 111.
0 comments
Post a Comment